BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1 Akuntansi Keuangan Daerah
2.1.1.1 Pengertian Keuangan Daerah
Keuangan
daerah merupakan sumber-sumber keuangan yang ada didaerah dan publik
yang dikelola oleh pemerintah daerah masing-masing. Pada era sebelum
reformasi alat yang digunakan manajemen keuangan daerah adalah tata
usaha daerah, setelah paska reformasi alat pengelolaan yang digunakan
adalah akuntansi yang lebih lengkap dan mampu memenuhi keterbatasan tata
usaha daerah dalam proses anggaran dan penyajian laporan yang lebih
informatif kepada pengguna.
Keuangan daerah menurut Peraturan Pemerintah RI No. 105 Tahun 2000
Tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah adalah:
“Keuangan
daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang
termasuk didalamnya kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban
daerah tersebut, dalam kerangka anggaran dan pendapatan belanja daerah.”
(2000:213)
Sedangkan menurut Mamesah (1995) yang dikutip oleh Abdul Halim, keuangan daerah dapat diartikan sebagai:
“Semua
hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala
sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan
daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh Negara/daerah yang lebih
tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan perundangan
yang berlaku.”
(2002:18)
Dari definisi tersebut diatas terdapat dua hal yang perlu dijelaskan yaitu:
1.
Yang dimaksud dengan semua hak adalah hak untuk memungut sumber-sumber
penerimaan daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil
perusahaan milik daerah, dan lain-lain atau hak untuk menerima
sumber-sumber penerimaan lain seperti dana alokasi umum dan dana
alokasi khusus sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Hak tersebut
akan meningkatkan kekayaan daerah.
2.
Yang dimaksud dengan semua kewajiban adalah mengeluarkan uang untuk
membayar tagihan-tagihan kepada daerah dalam rangka penyelenggaraan
fungsi pemerintahan, infrastruktur, pelayanan umum, dan pengembangan
ekonomi. Kewajiban tersebut akan menurunkan kekayaan daerah.
2.1.1.2 Pengertian Akuntansi Keuangan Daerah
Terdapat
dua pengertian tentang akuntansi keuangan daerah. Pengertian pertama
mengacu pada kegiatan administrasi atau pengurusan keuangan daerah,
sehingga akuntansi keuangan daerah diartikan sebagai tata usaha keuangan
atau tata buku. Pengertian yang kedua mengacu pada kegiatan penyedia
informasi dalam bentuk laporan keuangan baik pihak eksternal dari
pemerintah daerah, sehingga dari pengertian kedua inilah, lebih
mencerminkan definisi akuntansi karena tidak membatasi akuntansi sebagai
kegiatan administratif (tata buku).
Menurut Indra Bastian, definisi yang banyak diterima akuntansi saat ini adalah definisi yang diberikan oleh AICPA, yang termuat dalam Statement of the accounting principles board No. 4 (APB No. 4) yang menyatakan bahwa Akuntansi adalah:
“Akuntansi
adalah suatu kegiatan jasa yang berfungsi untuk menjelaskan informasi
kuantitatif terutama yang bersifat keuangan dalam suatu entitas
(kesatuan) usaha yang diharapkan dapat digunakan untuk pengambilan
keputusan ekonomik dalam menetapkan pilihan yang teapat diantara
berbagai alternatif berbagai tindakan.”
(2002:117)
Abdul Halim, mendefinisikan Akuntansi keuangan daerah sebagai berikut:
“Akuntansi Keuangan Daerah adalah proses pengidentifikasian,
pengukuran, pencatatan dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) dari
entitas pemerintah daerah (kabupaten, kota, atau propinsi) yang
dijadikan sebagai informasi dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi
oleh pihak-pihak eksternal entitas pemerintah daerah (kabupaten, kota,
atau propinsi) yang memerlukan.”
(2004:34)
Yang dimaksud dengan pengidentifikasian adalah pengidentifikasian
transaksi ekonomi, agar dapat membedakan mana transaksi yang bersifat
ekonomi dan mana yang tidak. Pada dasarnya transaksi ekonomi adalah
aktivitas yang berhubungan dengan uang. Proses selanjutnya adalah
pengukuran transaksi ekonomi, yaitu dengan menggunakan satuan uang, jadi
semua transaksi di dalam akuntansi harus dinyatakan dalam satuan uang.
Proses berikutnya adalah pencatatan transaksi ekonomi, yaitu pengolahan
data transaksi ekonomi tersebut melalui penambahan dan atau pengurangan
atas sumber daya yang ada. Pelaporan transaksi ekonomi akan menghasilkan
laporan keuangan yang merupakan hasil akhir proses akuntansi.
2.1.1.3 Kedudukan Akuntansi Keuangan Daerah didalam Akuntansi
Akuntansi
merupakan suatu disiplin ilmu sehingga akuntansi memiliki lingkup yang
luas. Oleh karena itu, akuntansi dibagi menjadi beberapa bidang
berdasarkan pokok bahasan yang dikaji. Apabila pokok bahasan yang dikaji
adalah entitas penyusunan laporan keuangan, maka akuntansi terbagi
menjadi akuntansi sektor privat dan akuntansi sektor publik atau terbagi
menjadi akuntansi komersial, akuntansi pemerintahan (sektor publik) dan
sosial. Dilain pihak apabila pokok bahasan yang dikaji adalah pengguna
informasi akuntansi, maka akuntansi terbagi menjadi akuntansi manajemen
dan akuntansi keuangan. Dalam sistematika ilmu akuntansi, dalam
klasifikasi pertama kedudukan akuntansi keuangan daerah adalah dalam
akuntansi sektor publik atau dalam akuntansi pemerintahan. Sedangkan
dalam klasifikasi kedua, akuntansi keuangan daerah tergolong dalam
akuntansi keuangan.
Menurut Sugianto, dkk (1995), yang dikutip oleh Abdul Halim mengemukakan bahwa akuntansi terdiri atas tiga bidang utama, yaitu:
Akuntansi Komersial/Perusahaan
Akuntansi Sektor Publik/Pemerintahan
Akuntansi Sosial
(2004:27)
Dalam
akuntansi pemerintahan (sektor publik) data akuntansi digunakan untuk
memberikan informasi mengenai transaksi ekonomi dan keuangan pemerintah
(sektor publik) kepada pihak eksekutif, legislatif, yudikatif dan
masyarakat (publik).
Abdul Halim menyatakan lingkup akuntansi pemerintahan (sektor publik) adalah:
Akuntansi Pemerintah Pusat
Akuntansi Pemerintah Daerah, terdiri atas:
Akuntansi Pemerintah Propinsi
Akuntansi Pemerintah kabupaten/kota
(2004:28)
Berdasarkan
klasifikasi diatas, kedudukan akuntansi keuangan daerah (propinsi,
kabupaten, atau kota) dalam akuntansi dapat ditunjukan seperti gambar
berikut:
(Sumber data: Abdul Halim)
Gambar 2.1
Kedudukan Akuntansi Keuangan Daerah dalam Akuntansi
Lingkungan Akuntansi Keuangan Daerah
Salah
satu tujuan akuntansi keuangan daerah adalah menyediakan informasi
keuangan yang lengkap, cermat, dan akurat sehingga dapat menyajikan
laporan keuanmgan yang andal, dapat dipertanggungjawabkan dan dapat
digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi pelaksanaan keuangan masa
lalu dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak eksternal
pemerintah daerah untuk masa yang akan datang.
Abdul Halim menyebutkan
bahwa pihak-pihak eksternal pemerintah daerah yang berkepentingan
terhadap pemerintah daerah secara langsung maupun tidak langsung
tersebut disebut Stakeholders yang meliputi:
DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah)
BPK (Badan Pengawas Keuangan)
Investor, Kreditor, dan Donatur
Analisis ekonomi dan pemerhati Pemerintah Daerah
Rakyat
Pemerintah Pusat
Pemerintah Daerah (Kabupaten, Kota, dan Propinsi)
(2002:30)
Adapun pihak-pihak eksternal Pemerintah Daerah yang berkepentingan terhadap Pemerintah Daerah, diuraikan sebagai berikut:
DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah)
Adalah badan yang memberikan otorisasi kepada Pemerintah Daerah untuk mengelola keuangan daerah.
BPK (Badan Pengawas Keuangan)
Adalah
badan yang melakukan pengawasan atas pengelolaan keuangan daerah yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang termasuk dalam badan ini adalah:
Inspektorat Jenderal dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Investor, Kreditor, dan Donatur
Badan
atau organisasi baik pemerintahan, lembaga keuangan, maupun lainnya
baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang menyediakan sumber
keuangan bagi Pemerintah Daerah.
Analisis ekonomi dan pemerhati Pemerintah Daerah
Yaitu
pihak-pihak yang menaruh perhatian atas aktivitas yang dilakukan
Pemerintah Daerah, seperti: Lembaga pendidikan (termasuk perguruan
tinggi termasuk akademisnya), ilmuan, peneliti, konsultan, LSM, dan
lain-lain.
Rakyat
Rakyat
disini adalah kelompok masyarakat yang perhatian kepada aktivitas
pemerintah khususnya yang menerima pelayanan Pemerintah Daerah atau yang
menerima produk atau jasa dari Pemerintah Daerah.
Pemerintah Pusat
Pemerintah
Pusat memerlukan laporan keuangan Pemerintah Daerah untuk menilai
pertanggungjawaban Gubernur sebagai wakil pemerintah (Pasal 2 PP No.
108/2000).
Pemerintah Daerah (Kabupaten, Kota, dan Propinsi)
Pemerintah Daerah saling berkepentingan secara ekonomi misalnya dalam hal melakukan pinjaman.
Sistem Akuntansi Keuangan Daerah
2.1.2.1 Pengertian Sistem Akuntansi Keuangan Daerah
Akuntansi
merupakan aktivitas jasa untuk menyediakan informasi yang diperlukan
untuk pengambilan keputusan pada sektor publik pengambilan keputusan
terkait dengan keputusan baik pada sektor ekonomi, sosial dan politik.
Dalam pengelolaan keuangan Negara dan daerah yang besar pemerintah
memerlukan suatu sistem akuntansi untuk pengelolaan dana, transaksi
ekonomi yang semakin besar dan beragam.
Menurut Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 Pasal 70 ayat (1), bahwa Sistem Akuntansi Keuangan Daerah adalah:
”Sistem
akuntansi yang meliputi proses pencatatan, penggolongan, penafsiran,
peringkasan transaksi atau kejadian keuangan serta pelaporan keuangannya
dalam rangka pelaksanaan APBD, dilaksanakan sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum, dan yang dilakukan dengan
cara manual maupun menggunakan aplikasi.”
(2002:227)
Dalam
sistem akuntansi keuangan daerah terdapat serangkaian prosedur yang
saling berhubungan yang disusun sesuai dengan suatu skema yang
menyeluruh yang ditujukan untuk menghasilkan informasi dalam bentuk
laporan keuangan yang akan digunakan pihak intern dan pihak ekstern
Pemerintah Daerah untuk mengambil keputusan ekonomi. Prosedur yang
dimaksud adalah proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, dan
pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) suatu organisasi.
Dasar
atau basis akuntansi merupakan salah satu akuntansi asumsi dasar dalam
akuntansi yang penting. Hal ini disebabkan bahwa asumsi ini menentukan
kapan pencatatan suatu transaksi dilakukan, yang tidak dikenal dalam
tata buku keuangan daerah selama era pra reformasi keuangan daerah.
2.1.2.2 Sistem Pencatatan
Oleh
karena akuntansi keuangan daerah merupakan salah satu jenis akuntansi,
maka didalam akuntansi keuangan daerah juga terdapat proses
pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, dan pelaporan
transaksi-transaksi ekonomi yang terjadi di Pemerintah Daerah.
Seperti yang dikatakan oleh Abdul Halim, mengenai akuntansi keuangan daerah adalah:
”Sebelum era reformasi keuangan daerah, pengertian pencatatan dalam
akuntansi keuangan daerah selama ini adalah pembukuan. Padahal menurut
akuntansi pengertian demikian tidaklah tepat. Hal ini disebutkan
akuntansi menggunakan sistem pencatatan. Ada beberapa macam sistem
pencatatan yang dapat digunakan, yaitu sistem pencatatan single entry, double entry dan triple entry. Pembukuan hanya menggunakan sistem pencatatan single entry, sedangkan
akuntansi dapat menggunakan ketiga sistem pencatatan tersebut. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa pembukuan merupakan bagian dari
akuntansi.”
(2002:36)
Abdul Halim mengatakan bahwa dalam akuntansi ada dua cara pembukuan tak terkecuali dalam akuntansi sektor publik, yaitu:
Single Entry
Double Entry
(2004:35)
Sistem pencatatan single entry
sering disebut juga dengan sistem tata buku tunggal atau tata buku
saja. Dalam sistem ini, pencatatan transaksi ekonomi dilakukan dengan
mencatatnya satu kali. Sistem pencatatan single entry
atau tata buku ini memiliki beberapa kelebihan yaitu sederhana dan
mudah dipahami. Akan tetapi, sistem ini memiliki kelemahan anatara lain
kurang bagus untuk pelaporan (kurang memudahkan penyusunan laporan) dan
sulit untuk menemukan kesalahan pembukuan yang terjadi. Oleh karena itu,
dalam akuntansi terdapat sistem pencatatan yang lebih baik dan dapat
mengatasi kelemahan tersebut. Sistem ini disebut dengan sistem double entry, sistem pencatatan double entry inilah yang sering disebut akuntansi.
Sistem pencatatan double entry juga
sering disebut sistem tata buku berpasangan dan merupakan cikal bakal
ilmu akuntansi yang dicetuskan oleh Luca Pacioli dalam artikelnya yang
berjudul ”Summa arithmatica geomatry propartionet propotionalita.”
(Kusnadi, 1994:04). Menurut sistem ini, pada dasarnya suatu transaksi
ekonomi akan dicatat dua kali, sehingga membentuk perkiraan dalam dua
sisi berlawanan yaitu sisi debit dan kredit secara berpasangan.
Abdul Halim menyatakan bahwa:
”Menurut sistem pencatatan double entry pada
dasrnya suatu transaksi ekonomi akan dicatat dua kali. Sehingga
pencatatan dengan sistem ini disebut dengan istilah menjurnal, dalam
pencatatan tersebut ada sisi debit dan kredit dan dalam melakukan
pencatatan tersebut setiap pencatatan harus menjaga keseimbangan
persamaan dasar akuntansi.”
(2004:36)
Double entry accounting dapat menyediakan pencatatan yang akurat seperti yang diungkapkan oleh Keiso dan Weygandt:
”Under
the universally used double entry system, the dual (two sided) affect
of each transaction is recorded in appropriate account. This system
providers alogical method for recording transaction. It also offers a
mean if proving the accuracy of the recordedamounts. If every
transactions recorded with equal debits and credits, then the sun of all
the debits to the accountants must equal the sum of all the credits.”
(1995:71)
Dengan digunakannya double entry accounting maka
setiap transaksi yang terjadi akan dicatat pada akun yang tepat. Karena
masing-masing akun penyeimbang berfungsi sebagai media cross check. Selain ketepatan dalam pencatatan transaksi, double entry accounting juga
memiliki kemampuan untuk mencatat transaksi dalam jumlah nominal yang
akurat, karena jumlah sisi debit harus sama dengan sisi kredit
2.1.2.3 Pengakuan Akuntansi
Secara
sederhana, penagkuan adalah penetapan kapan suatu transaksi dicatat.
Untuk menentukan kapan suatu transaksi dicatat, digunakan berbagai
sistem/basis/dasar akuntansi.
Partono (2001:16) sebagaimana dikutip oleh Abdul Halim:
”Sistem/basis/dasar
pencatatan adalah himpunan-himpunan standar-standar akuntansi yang
menetapkan kapan dampak keuangan dari transaksi-transaksi dan
peristiwa-peristiwa lainnya harus diakui untuk tujuan pelaporan
keuangan. Basis-basis tersebut berkaitan dengan penetapan waktu (timing) atas pengukuran yang dilakukan, terlepas dari sifat pengukuran tersebut.”
(2004:38)
Basis akuntansi berhubungan dengan saat mengakui (mencatat) pendapatan dan biaya atau belanja (expenditure). Ada dua basis akuntansi, yaitu basis kas (cash basis) dan basis akrual (accrual basis).
Selain itu juga dikenal basis kas modifikasi (modified cash basis) serta basis akrual modifikasi (modified accrual basis). Beberapa orang berpendapat bahwa secra konseptual hanya terdapat dua basis akuntansi, yaitu basis kas (cash basis) dan basis akrual (accrual basis). Basis diantara keduanya hanya merupakan langkah transisi dari basis kas dan basis akrual.
Pengakuan akuntansi untuk sektor publik dan sektor swasta berbeda penerapannya, untuk sektor publik terdiri atas:
Basis kas (cash basis)
Basis akrual (accrual basis)
Basis kas modifikasi (modified cash basis)
Basis akrual modifikasi (modified accrual basis)
Berdasarkan pengakuan untuk akuntansi sektor publik diatas, diuraikan sebagai berikut:
Basis kas (cash basis)
Basis kas menetapkan bahwa pengakuan pencatatan transaksi ekonomi hanya
dilakukan apabila transaksi tersebut menimbulkan perubahan pada kas.
Indra Bastian mengatakan bahwa basis kas (cash basis) adalah:
”Basis kas (cash basis) adalah mengakui pendapatan pada saat diterimanya kas dan mengakui belanja atau biaya pada saat dikeluarkannya kas.”
(2006:18)
Kustadi Arita berpendapat bahwa:
”Pembukuan Cash basis dilakukan atas dasar penerimaan dan pembayaran tunai.”
(1993:36)
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa cash basis dianggap
kurang tepat dalam melakukan pengukuran dan pencatatan atas berbagai
aktivitas didalam akuntansi dan pelaporan dana pemerintah. Akan tetapi
dalam lembaga pemerintahan yang relatif masih kecil dan aktivitasnya
tidak banyak serta sederhana (tidak rumit), maka penerapan cash basis masih
dipandang sebagai pengecualian dan tidak perlu dipermasalahkan meskipun
secara tertulis banyak mengandung kelemahan (Kusnadi, 997:107).
Adapun karakteristik cash basis menurut Indra Bastian, adalah sebagai berikut:
1. Mengukur aliran sumber kas
2. Transaksi keuangan diakui pada saat uang diterima/dibayarkan
3. Menunjukkan ketaatan pada batas anggaran belanja dan pada peraturan lain
4. Menghasilkan laporan yang kurang komprehensif bagi pengambil keputusan
(2002:121)
Basis akrual (accrual basis)
Basis akrual adalah dasar akuntansi yang mengakui transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa terjadi.
Indra Bastian mendefinisikan basis akrual sebagai berikut:
”Basis akrual yaitu mengakui dan mencatat transaksi atau kejadian keuangan pada saat terjadi atau pada saat perolehan.”
(2002:123)
Cara pembukuan accrual basis membukukan
pendapatan pada saat timbulnya hak tanpa memperhatikan kapan penerimaan
terjadi, sudah diterima ataupun belum, serta membukukan pembelanjaan
pada saat kewajiban terjadi tanpa memperhatikan kapan pembayaran
dilaksanakan, sudah atau belum. Accrual basis akan mencakup pencatatan terhadap transaksi yang terjadi dimasa lalu dan berbagai hak dan kewajiban dimasa yang akan datang. Accrual basis akan mempunyai atau meliput semua aktivitas dibandingkan dengan cash basis.
Basis kas modifikasi (modified cash basis)
Dasar
basis modifikasi mirip dengan basis kas dalam mengakui dan mencatat
transaksi disaat kas diterima atau dibayarkan. Perbedaannya basis kas
modifikasi pembukuannya masih dibuka sampai jangka waktu tertentu
setelah tahun buku.
Adapun karakteristik basis kas modifikasi (modified cash basis) menurut Indra Bastian, yaitu sebagai berikut:
Pembukuan masih dibuka pada akhir periode dengan ditambah suatu jangka waktu tertentu setelah tahun buku.
Penerimaan
dan pengeluaran yang terjadi selama periode perpanjangan tersebut,
berasal dari transaksi sebelumnya, diakui sebagai pendapatan dan
pengeluaran dari tahun fiskal sebelumnya.
Arus
kas pada awal periode pelaporan, yang telah dipertanggungjawabkan pada
periode sebelumnya dikurangkan dari aliran kas pada periode saat ini.
(2002:122)
Basis akrual modifikasi (modified accrual basis)
Menurut Abdul Halim:
”Basis
akrual modifikasi mencatat transaksi dengan menggunakan basis kas untuk
transaksi-transaksi tertentu dan menggunakan basis akrual untuk
sebagian besar transaksi.”
(2004:41)
Pembatasan
penggunaan dasar akrual dilandasi oleh pertimbangan kepraktisan. Dengan
menggunakan basis akrual modifikasi, pendapatan diakui pada saat
terukur (measurable) dan tersedia (available).
Akuntabilitas
Akuntabilitas merupakan bagian dari unsur good government governance disini
maksudnya dalam menjalankan pemerintahan, pemerintah mengungkapkan
hal-hal yang sifatnya material secara berkala kepada pihak-pihak yang
memiliki kepentingan untuk itu, dalam hal ini yaitu masyarakat luas.
Akuntabilitas
merupakan konsep yang luas yang mensyaratkan entitas memberikan laporan
mengenai penguasaan atas uang-uang publik dan kinerjanya. Akuntabilitas
dapat dibedakan dalam beberapa jenis dan informasi tertentu dapat
relevan dalam cara yang berbeda untuk memperoleh judgement mengenai akuntabilitas.
Mardiasmo mengatakan bahwa akuntabilitas publik adalah:
”Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent)
untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan
mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi
tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.”
(2002:20)
Akuntabilitas publik yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri atas beberapa dimensi. Ellwood (1993) yang dikutip oleh Mardiasmo, menjelaskan terdapat empat dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik, yaitu:
Akuntabilitas kejujuran dan Akuntabilitas hukum (accountability for probity and llegality)
Akuntabilitas proses (proccess accountability)
Akuntabilitas program (program accountability)
Akuntabilitas kebijakan (policy accountability)
(2002:21)
Berdasarkan empat dimensi akuntabilitas, diuraikan sebagai berikut:
Akuntabilitas kejujuran (accountability for probity)
Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), sedangkan akuntabilitas hukum (legal accountability)
terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan
lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik.
Akuntabilitas proses (proccess accountability)
Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan
dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem
informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur
administrasi.
Akuntabilitas program (program accountability)
Akuntabilitas
program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat
dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan alternatif
program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal.
Akuntabilitas kebijakan (policy accountability)
Akuntabilitas
kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah, baik pusat
maupun daerah, atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap
DPR/DPRD dan masyarakat luas.
Dengan kata lain dalam akuntabilitas terkandung kewajiban untuk
meyajikan dan melaporkan segala tindak tanduk dan kegiatannya terutama
dibidang administrasi keuangan kepada pihak yang lebih tinggi/atasannya.
Dalam hal ini, terminologi akuntabilitas dilihat dari sudut pandang
pengendalian tindakan pada pencapaian tujuan.
Akuntabilitas didefinisikan sebagai suatu perwujudan kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi
organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah
ditetapkan melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan
secara periodik.
Dalam dunia birokrasi, akuntabilitas suatu instansi pemerintah
merupakan perwujudan kewajiban instansi pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi
instansi yang bersangkutan.
Deklarasi Tokyo (Modul AKIP) mengenai petunjuk Akuntabilitas publik, menetapkan definisi sebagai berikut:
”Akuntabilitas
merupakan kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang
dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan yang
bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut
pertanggungjawaban fiskal, manajerial dan program.”
(2002:22)
Prinsip
akuntabilitas juga mensyaratkan bahwa didalam setiap pengambilan
keputusan baik dilingkungan pemerintah, sektor swasta dan organisasi
masyarakat sipil harus akuntabel terhadap masyarakat luas. Yang juga
perlu diketahui adalah bahwa akuntabilitas dapat hidup dan berkembang
dalam suasana yang transparan dan demokratis serta adanya kebebasan
dalam mengemukakan pendapat sehingga dalam negara yang otokratik dan
tidak transparan, akuntabilitas akan hilang dan tidak berlaku.
Pajak Daerah
2.1.4.1 Pengertian Pajak
Mardiasmo menyatakan bahwa pajak daerah adalah:
”Pajak
daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan Pembangunan Daerah.”
(2003:98)
Dasar
hukum pemungutan Pajak Daerah adalah Undang-undang No. 18 Tahun 1997
Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang No. 34 Tahun 2000.
Beberapa pengertian atau istilah yang terkait dengan pajak daerah antara lain:
Daerah
otonom, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pajak
daerah, selanjutnya disebut pajak adalah iuran wajib yang dilakukan
oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang
seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah
daerah dan pembangunan daerah.
Badan
adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak,
yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, BUMN/D dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi,
kopersai, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi
masa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis lembaga,
bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak daerah.
Wajib
pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan
pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungutan atau pemotongan
pajak tertentu.
2.1.4.2 Sumber-sumber Pendapatan Pajak Daerah
Mardiasmo menyatakan bahwa pajak daerah dibagi menjadi dua bagian yaitu
Pajak Propinsi
Pajak Daerah
(2002:98)
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka
Pajak Propinsi, terdiri atas:
Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan diatas air
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan
Pajak Kabupaten/Kota, terdiri atas:
- Pajak Hotel
- Pajak Restoran
- Pajak Hiburan
- Pajak Reklame
- Pajak Penerangan Jalan
- Pajak Sewa Menyewa/kontrak rumah dan/atau bangunan
- Pajak Galian Golongan C
- Pajak Lain-lain
Dalam hal ini yang akan dibahas adalah yang berkaitan dengan Pendapatan Pajak Daerah Kabupaten/kota.
Pajak Hotel
Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat
menginap/istirahat, memperoleh pelayanan dan atau fasilitas lainnya yang
dipungut bayaran termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan
dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran,
pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel.
Menurut Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2003 Pasal 2 Ayat 1, pentang Pajak Hotel menyebutkan bahwa obyek pajak hotel adalah:
Hotel, penginapan atau jenis lainnya seperti Gubuk Pariwisata (cottage), motel, wisma pariwisata, pesanggrahan (Hostel), losmen, guest house.
Pelayanan
penunjang sebagai kelengkapan penunjang fasilitas penginapan atau
fasilitas tinggal yang sifatnya memberi kemudahan dan kenyamanan.
Fasilitas olah raga dan hiburan yang dikelola oleh manajemen hotel.
Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.
Subyek
pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran
kepada hotel, sedangkan wajib pajak hotel adalah orang atau badan yang
mengusahakan hotel. Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara
mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak, dimana tarif pajak
ditetapkan paling tinggi sebesar 10% dan dasar pengenaan pajak hotel
adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Masa pajak adalah
jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan takwim.
Pajak Restoran
Restoran
adalah tempat menyantap makanan dan atau minuman yang disediakan dengan
dipungut bayaran, termasuk rumah makan, cafe, bar dan sejenisnya. Pajak
restoran adalah pungutan daerah atas pelayanan restoran.
Obyek
pajak adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran, sedangkan subyek
pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada
restoran dan yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha restoran.
Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak
dengan dasar pengenaan pajak, dimana tarif pajak ditetapkan paling
tinggi sebesar 10% dan dasar pengenaan pajak adalah pembayaran yang
dilakukan kepada restoran. Massa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1
(satu) bulan takwim.
Pajak Hiburan
Hiburan
adalah semua jenis pertunjukkan, permainan dan atau keramaian dengan
nama dan bentuk apapun yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang
dengan dipungut bayaran. Pajak hiburan adalah pungutan atas
penyelenggaraan hiburan.
Obyek
pajak adalah setiap penyelenggaraan hiburan dan subjek pajak adalah
orang pribadi atau badan yang menonton dan atau menikmati hiburan.
Sedangkan, wajib pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang
menyelenggarakan hiburan. Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara
mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak, dimana tarif pajak
ditetapkan setinggi-tingginya sebesar 35% dan dasar pengenaan pajak
adalah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan
menikmati hiburan. Massa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu)
bulan takwim.
Pajak Reklame
Reklame
adalah benda, alat atau perbuatan yang menurut bentuk susunan dan corak
ragamnya untuk tujuan komersil, dipergunakan untuk memperkenalkan,
menganjurkan atau memuji suatu barang, jasa atau orang ataupun untuk
menarik perhatian umum atas suatu barang, jasa, atau orang yang
ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca dan didengar dari suatu tempat
oleh umum kecuali yang dilakukan oleh pemerintah. Pajak reklame adalah
pungutan atas penyelenggaraan reklame.
Obyek pajak adalah semua penyelenggaraan reklame, yaitu meliputi:
- Reklame Papan/Billboard/megatron
- Reklame Kain
- Reklame Melekat (Stiker)
- Reklame Selebaran
- Reklame Berjalan, termasuk pada kendaraan
- Reklame Udara
- Reklame Suara
- Reklame film atau slide
- Reklame Peragaan (Animasi)
- Bando Jalan
- Baligo
- Thin Plat
- Flag Chain
Subyek
pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan
atau memasang reklame, sedangkan wajib pajak reklame adalah orang
pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame. Besarnya pajak
terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar
pengenaan pajak. Dasar pengenaan pajak adalah nilai sewa reklame dimana
nilai sewa reklame dihitung berdasarkan pemasangan, lama pemasangan,
nilai strategis, lokasi dan jenis reklame dan tarif pajak reklame
ditetapkan paling tinggi sebesar 25%. Massa pajak reklame adalah jangka
waktu yang lamanya sama dengan jangka waktu penyelenggaraan reklame.
Pajak Penerangan Jalan
Pajak
penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik dengan
ketentuan bahwa didaerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang
rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Yang menjadi obyek
penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik di wilayah atau daerah
yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah
daerah. Adapun yang menjadi subyek pajak penerangan jalan adalah orang
pribadi atau badan yang menjadi pelanggan listrik dan atau pengguna
tenaga listrik yang berasal dari PLN dengan pembayaran nilai jual tenaga
listrik. Dalam hal tenaga listrik tidak berasal dari PLN dan tidak ada
pungutan bayaran, maka nilai jual tenaga listrik dihitung berdasarkan
kapasitas tersedia, penggunaan listrik atau hak siaran pengguna listrik
serta harga satuan listrik, yang berlaku diwilayah yang bersangkutan.
Tarif pajak penerangan jalan paling tinggi 10% dan ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah. Massa pajak adalah 1 (satu) bulan takwim.
Pajak Sewa Menyewa/kontrak rumah dan/atau bangunan
Pajak
sewa menyewa/kontrak rumah dan/atau bangunan adalah pajak atas
penerimaan uang pembayaran jasa sewa menyewa/kontrak rumah dan/atau
bangunan lainnya. Yang menjadi obyek sewa menyewa/kontrak rumah dan/atau
bangunan adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran atas
penghunian dan/atau penggunaan rumah dan/atau bangunan yang
disewakan/dikontrakkan. Adapun yang menjadi subjek pajak adalah orang
pribadi atau badan yang menyewa/mengontrak rumah dan/atau bangunan.
Besar pajak terutangnya dihitung dengan cara mengkalikan indeks lokasi
dengan indeks fungsi, standar biaya dan tarif pajak. Dasar pengenaan
pajak adalah jumlah penerimaan atas pembayaran jasa sewa menyewa/kontrak
rumah dan/atau bangunan menurut klasifikasi jenis, fungsi dan lokasi
bangunan. Tarif pajak ditetapkan sebesar 5% dari dasar pengenaan pajak.
Masa pajak adalah 1 (satu) satu bulan takwim atau jangka waktu lain yang
ditetapkan oleh walikota.
Pajak Galian Golongan C
Pajak
pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C merupakan pajak atas
kegiatan eksploitasi bahan galian golongan C. Yang menjadi obyek pajak
ini adalah kegiatan eksploitasi bahan galian golongan C.
Bahan
galian golongan C meliputi: asbes, batu tulis, batu setenganh permata,
batu kapur, batu apung, batu permata, bentosid, dalomid, feldapor, garam
batu (halite) grafit, granit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, tanah serap (fuller earth), tanah diatome, tanah liat, tawas, tras, yarosif, zeolit.
Yang
menjadi subjek pajak dan sekaligus wajib pajak dari pajak atas
pengolahan bahan galian golongan C adalah orang pribadi yang
mengeksploitasi atau mengambil bahan galian golongan C. Dasar pengenaan
pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C tersebut nilai
jual hasil eksploitasi bahan galian golongan C tersebut. Tarif pajak
pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C paling tinggi 20% dan
harus ditetapkan dengan peraturan daerah. Masa pajak adalah jangka
waktu yang lamanya 1 (satu) bulan takwim.
Pajak Lain-lain
Menurut
Suparmoko dalam Undang-undang No. 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas
Undang-undang No. 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan retribusi
daerah. Bahwa Pemerintah Daerah dimungkinkan untuk menciptakan
pajak-pajak baru, tetapi harus memenuhi kriteria pajak seperti:
Bersifat Pajak
Obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum.
Potensinya memadai
Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif
Tetap memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat
Menjaga kelestarian lingkungan
(2002:69)
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam hal ini Pemerintah Daerah
Kota Bandung menetapkan pajak-pajak lain sesuai dengan peraturan daerah
dan memenuhi kiteria dalam penetapan pajak baru. Adapun pajak lain-lain
tersebut yaitu Pajak Parkir dan Pajak Sarang Burung walet.
Pajak Parkir
Pajak
parkir adalah pungutan daerah atas penyelenggaraan tempat parkir diluar
badan jalan, penitipan sepeda, penitipan kendaraan bermotor dan garasi
kendaraan bermotor yang memungut sewa parkir oleh orang pribadi atau
badan.
Obyek
pajak parkir adalah setiap penyelenggaraan tempat parkir diluar badan
jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang
disediakan sebagai suatu usaha termasuk pernyedian tempat penitipan
sepeda, penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang
memungut bayaran. Tidak termasuk obyek pajak parkir adalah
penyelenggaraan tempat parkir oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, dan penyelenggaraan parkir oleh kedutaan, konsultan, perwakilan
negara asing dan perwakilan lembaga-lembaga internasional dengan asas
timbal balik.
Subjek
pajak parkir adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pemungutan
pembayaran atas manfaat tempat parkir, sedangka n wajib pajak parkir
adalah penyelenggaraan tempat parkir, penitipan sepeda, penitipan
kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor. Besarnya pajak pokok
parkir yaitu mengalikan tarif pajak yaitu ditetapkan sebesar 20% dari
setiap pembayaran sewa parkir dengan dasar pengenaan pajak, dimana dasar
pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar
untuk pemakaian tempat parkir. Masa pajak adalah jangka waktu yang
selama 1 (satu) bulan takwim yang ditetapkan oleh walikota sebagai dasar
untuk menetukan besarnya pajak terutang.
Pajak hasil sarang burung walet
Pajak
hasil sarang burung walet adalah pungutan atas pengusaha sarang burung
walet. Yang menjadi obyek pajak sarang burung walet yaitu setiap
pengusaha sarang burung walet dan subyek pajak sarang burung walet
adalah orang pribadi atau badan yang melaksanakan pengambilan dan atau
sarang burung walet. Sedangkan wajib pajaknya dalah orang pribadi atau
badan yang mengusahakan sarang burung walet.
Besarnya
pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan pajak
dengan tarif pajak, dimana dasar pengenaan pajak adalah nilai jual hasil
usaha sarang burung walet sesuai harga pasar yang berlaku dan tarif
pajak ditetapkan sebesar 10%. Masa pajak hasil usaha sarang burung walet
adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun takwim.
2.1.4.3 Kebijakan Akuntansi untuk Pendapatan Pajak Daerah
Pendapatan
adalah peningkatan aktiva atau penurunan utang/kewajiban yang berasal
dari berbagai kegiatan didalam periode akuntansi atau periode anggaran
tertentu. Pendapatan diakui ketika kenaikan manfaat ekonomi dimasa depan
yang berkaitan dengan peningkatan aktiva atau penurunan kewajiban telah
terjadi. Pendapatan diakui sebesar jumlah yang akan menjadi hak
Pemerintah Daerah, biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka perolehan
pendapatan maupun penagihan, serta keinginan-keinginan yang tidak
diumumkan dan didefinisikan sebelumnya, dianggap sebgai biaya yang
terpisah dan tidak mengurangi secara langsung jumlah pendapatan yang
berkaitan (kecuali biaya penagihan pajak penerangan jalan yang merupakan
hak PLN).
Indra Bastian mengatakan bahwa:
”Pada
dasarnya pengakuan pendapatan pajak daerah dilakukan secara akrual,
tergantung kecepatan dan ketepatan data/informasi yang valid (utuh dan
sah) dapat diperoleh. Namun demikian sesuai dengan sifat dan prosedur
serta tata cara pemungutannya, dapat pula dilakukan pengakuan
pendapatannya pada saat kas diterima.”
(2002:20)
Pengakuan
pendapatan pajak daerah secara akrual berarti pendapatan diakui setelah
dukungan administrasi pengakuan pendapatan pajak bagi Dinas Pendapatan
Daerah dapat diketahui, tanpa melihat apakah uang telah diterima di kas
atau belum. Akan tetapi berdasarkan sifat dan prosedur pemungutannya
maka pengakuan pendapatannya dilakukan pada saat menerima kas.
Hubungan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) terhadap Akuntabilitas Pendapatan Pajak Daerah
Perubahan mendasar saat era reformasi pada pengelolaan keuangan
daerah adalah adanya tuntutan akuntabilitas yang lebih besar pada
pengelolaan keuangan. Paradigma pengelolaan keuangan daerah ini menuntut
lebih besarnya akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah ini maka
diperlihatkan alat untuk mengelolanya yaitu akuntansi.
Menurut Abdul Halim:
”Akuntansi adalah suatu sistem”
(2004:62)
Sistem
Akuntansi Keuangan Daerah adalah sistem akuntansi yang meliputi proses
pencatatan, penggolongan, penafsiran, peringkasan transaksi atau atau
kejadian keuangan serta pelaporan keuangannya dan dilaksanakan dalam
prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum.
Pendapatan adalah peningkatan aktiva atau penurunan utang/kewajiban
yang berasal dari berbagai kegiatan didalam periode akuntansi atau
periode anggaran tertentu. Pendapatan baru diakui bilamana jumlah rupiah
pendapatan telah terealisasi atau cukup pasti akan segera terealisasi.
Pendapatan dapatan dikatakan telah terealisasi bilamana telah terjadi
transaksi pertukaran barang atau jasa atau klaim untuk menerima kas,
termasuk didalamnya klaim untuk menerima kas atas pajak dan retribusi
daerah, dan juga pendapatan baru dapat diakui bilamana pendapatan
tersebut sudah terhimpun/terbentuk dimana pendapatan dikatakan telah
terhimpun bilamana kegiatan menghasilkan pendapatan tersebut telah
berjalan dan secara substansial telah selesai dilaksanakan.
Pengakuan pendapatan secara akrual berarti pendapatan diakui segera
setelah dukungan administrasi pengakuan pendapatan bagi pemerintah
daerah dapat diketahui, tanpa melihat apakah uang telah diterima di kas
atau belum. Pengakuan pendapatan pajak daerah dilakukan secara akrual,
tergantung kecepatan dan ketepatan dan atau informasi yang valid (utuh
dan sah) diperoleh. Namun sesuai dengan sifat dan prosedur serta
tatacara pemungutannya, dapat pula dilakukan pengakuan pendapatannya
pada saat kas diterima yaitu ketika pemerintah daerah menerbitkan SKPD
(Surat Ketetapan Pajak Daerah) dan Wajib Pajak langsung membayar SKPD
tersebut pada saat yang bersamaan/pada saat itu juga.
Dalam akuntansi ada dua cara pembukuan tak terkecuali dalam akuntansi sektor publik yaitu single entry dan double entry. Dalam pencatatan single entry, pencatatan
untuk penerimaan pembayaran pajak daerah dari wajib pajak daerah akan
dicatat pada sisi penerimaan, pencatatan transaksi dilakukan dengan
mencatatnya satu kali. Sedangkan, apabila pencatatan menggunakan double entry maka
penerimaan pembayaran pajak akan dicatat dua kali dan berpasangan
sehingga pencatatan dengan sistem ini disebut dengan istilah menjurnal.
Dalam pencatatan tersebut ada sisi debit dan kredit. Sisi debit ada
disebelah kiri sedangkan sisi kredit ada disebelah kanan, setiap
pencatatan harus menjaga keseimbangan persamaan dasar akuntansi.
Dari sistem akuntansi yang diterapkan pemerintah daerah maka
akuntabilitas pemerintah daerah terlihat dari hasil laporan keuangan
yaitu laporan penerimaan pajak daerah dari proses sebelumnya yaitu pada
saat pencatatan atau menjurnal transaksi yang telah terjadi dilakukan.
2.2. Kerangka Pemikiran
Lembaga
pemerintah selain berperan sebagai lembaga politik juga memiliki peran
sebagai lembaga ekonomi. Lembaga pemerintah melakukan aktivitas
ekonominya dengan melakukan berbagai bentuk pengeluaran untuk membiayai
kegiatan-kegiatan yang dilakukannya dan melakukan berbagai upaya untuk
memperoleh penghasilan yang digunakan untuk menutupi biaya tersebut.
Sebagai suatu lembaga yang memiliki aktivitas ekonomi, maka pemerintah
memerlukan jasa akuntansi sebagai dasar informasi untuk pengambilan
keputusan ekonomi dan langkah-langkah apa yang akan dilakukan pemerintah
atas informasi yang dihasilkan tersebut. Jasa akuntansi yang diterapkan
dalam sektor pemerintahan umumnya disebut dengan akuntansi pemerintahan
atau akuntansi sektor publik.
Akuntansi pemerintahan daerah memiliki pola atau standar akuntansi
keuangan tersendiri yang membedakan dengan akuntansi komersial dan
akuntansi sosial. Akuntansi keuangan daerah berbeda dengan tata buku
yang dipraktekkan dalam tata usaha keuangan di entitas Pemerintahan
Daerah selama ini, perbedaan pokok tersebut terletak pada sistem
pencatatan dan asumsi dasar yang digunakan oleh akuntansi. Akuntansi
pada dasarnya menggunakan sistem pencatatan berpasangan (double entry), dan asumsi dasar akrual. Tata buku dilain pihak, pada umumnya menggunakan sistem pencatatan tunggal (single entry) dan asumsi dasar kas namun secara singkat tata buku merupakan bagian dari akuntansi.
Sampai dengan tahun 2001, pemerintah daerah menggunakan single entry dan cash basis dalam sistem pencatatan dan pelaporan keuangannya.
Sedangkan menurut Abdul Halim menyatakan bahwa:
”Sistem pencatatan single entry sering disebut juga dengan sistem tata buku tunggal atau tata buku saja.”
(2004:35)
Cash Basis menurut Abdul Halim adalah:
”Basis
pencatatan dalam akuntansi yang pengakuan/pencatatan transaksi ekonomi
hanya dilakukan apabila transaksi tersebut menimbulkan perubahan pada
kas, apabila suatu transaksi belum menimbulkan perubahan pada kas, maka
transaksi tersebut tidak dicatat.”
(2004:39)
Kelemahan utama single entry accounting tidak
adanya akun penyeimbang sehingga tercipta peluang untuk terjadinya
kesalahan yang cukup besar. Selain itu kelemahan lainnya menurut Smith dan Skousen (1998:56) adalah
neraca saldo yang dapat dipergunakan sebagai alat pengecek kecermatan
matematis tidak tersedia dan penyusunan neraca dari berbagai sumber yang
dapat menimbulkan masalah. Dan pada basis kas kurangnya transparansi
karena pencatatan hanya dilakukan apabila ada perubahan pada kas saja,
apabila tidak ada maka transaksi tersebut tidak akan dicatat.
Dalam rangka pengembangan Akuntansi Pemerintah, menurut Mardiasmo menyatakan bahwa:
”Sistem akuntansi pemerintahan menggunakan sistem tata buku berpasangan (double entry) untuk menghasilkan laporan Keuangan yang auditable dan traceable, Sehingga menghasilkan informasi keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.”
(2002:156)
Dengan
tata buku berpasangan antara lain akan lebih mudah menyusun laporan dan
menentukan sistem pembukuan. Dengan menggunakan sistem tata buku
berpasangan (double entry) maka suatu lembaga pemerintahan dapat menghasilkan laporan keuangan yang hasilnya diharapkan dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut Abdul Halim, Double Entry dan Accrual Basis:
”Double Entry adalah Sistem tata buku berpasangan.”
(2004:36)
”Accrual Basis
adalah dasar akuntansi yang mengakui transaksi dan peristiwa lainnya
pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi (dan bukan hanya pada saat
kas setara kas diterima atau dibayar).”
(2004:39)
Tuntutan
dari arus reformasi keuangan daerah adalah adanya akuntabilitas sektor
publik dengan harapan tercapainya suatu sistem akuntansi yang baik yang
dapat mendukung akuntabilitas tersebut.
Menurut Departemen Dalam Negeri Sistem Akuntansi adalah:
”Sistem Akuntansi adalah serangkaian prosedur (mekanisme) yang digunakan dalam rangka penyusunan laporan keuangan.”
(2001:4)
Sedangkan menurut Kusnadi, dkk, Sistem Akuntansi adalah:
”Sistem
Akuntansi adalah suatu bidang khusus akuntansi yang berhubungan dengan
perancangan dan penerapan berbagai prosedur pengumpulan dan pembuatan
laporan data keuangan.”
(2002:35)
Menurut Abdul Halim Akuntansi Keuangan Daerah adalah:
”Akuntansi
Keuangan Daerah adalah suatu proses identifikasi, pengukuran,
pencatatan dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) dari suatu daerah
(propinsi, kabupaten atau kota) yang dijadikan sebagai informasi dalam
rangka pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak yang memerlukan.”
(2004:34)
Sementara itu menurut Siti Kurnia Rahayu dan Wati Aris Astuti meyatakan bahwa Sistem Akuntansi Keuangan Daerah merupakan:
”Sistem
akuntansi yang meliputi serangkaian proses ataupun prosedur, baik
manual maupun terkomputerisasi, yang dimulai dari pencatatan,
penggolongan, dan peringkasan transaksi dan/atau kejadian keuangan serta
pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
yang berkaitan dengan pengeluaran pemerintah daerah.”
(2007:133)
Dimana Definisi-definisi dari proses atau prosedur dalam sistem
akuntansi keuangan daerah, yang dimulai dari pencatatan, penggolongan,
peringkasan transaksi sampai dengan pelaporan keuangan adalah sebagai
berikut:
Pencatatan
dalam akuntansi keuangan daerah selama ini diartikan dengan pembukuan
atau pengolahan data transaksi ekonomi tersebut melalui penambahan dan
atau pengurangan atas sumber daya yang ada.
Penggolongan adalah suatu proses yang dilakukan untuk mengelompokkan setiap data transaksi agar memudahkan dalam menjurnal.
Peringkasan
Transaksi adalah transaksi-tramsaksi yang sudah dicatat dan digolongkan
dalam menjurnal yang diringkas dan dibukukan dalam rekening-rekening
buku besar.
Pelaporan Keuangan adalah menyajikan informasi yang telah digolong-golongkan kedalam bentuk laporan keuangan.
Sedangkan perbedaan Sistem Akuntansi keuangan daerah dengan Sistem Informasi Akuntansi adalah menurut Kusrini dan Andri Koniyo:
”Sistem
Informasi Akuntansi merupakan sebuah sistem informasi yang
terkomputerisasi untuk mengubah data transaksi bisnis menjadi informasi
keuangan yang berguna bagi pemakainya.”
(2007:10)
Dari
beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Sistem Akuntansi
Keuangan Daerah (SAKD) adalah serangkaian proses yang saling berhubungan
yang disusun sesuai dengan suatu skema yang menyeluruh yang ditujukan
untuk menghasilkan informasi dalam bentuk laporan keuangan ataupun
anggaran yang akan digunakan pihak intern dan pihak ekstern pemerintah
daerah untuk mengambil keputusan ekonomi dengan cara manual maupun
terkomputerisasi. Sedangkan Sistem informasi akuntansi adalah suatu
informasi yang digunakan secara terkomputerisasi untuk menghasilkan
informasi keuangan.
Untuk
dapat mewujudkan tujuan diatas, maka harus didukung dengan keuangan
daerah yang memadai, karena untuk dapat mewujudkan pelayanan yang baik
kepada masyarakat tersebut dibutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Otonomi
daerah membawa perubahan mendasar bagi penyelenggara pemerintahan serta
pengelola keuangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Pengelola
keuangan berkaitan dengan persoalan perencanaan dan penggunaan dana
masyarakat yang harus dilakukan dengan prinsip-prinsip akuntabilitas.
Menurut Mardiasmo Akuntabilitas adalah:
”Kewajiban
pihak pemegang amanah untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan,
melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi
tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah yang memiliki hak dan
kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.”
(2002:20)
Berdasarkan
pengertian akuntabilitas diatas maka akuntabilitas publik yang harus
dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri atas beberapa dimensi.
Menurut Ellwood (1993) yang dikuti oleh Mardiasmo, menjelaskan terdapat empat dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik/pemerintahan, yaitu:
Akuntabilitas kejujuran dan Akuntabilitas hukum (accountability for probity and llegality)
Akuntabilitas proses (proccess accountability)
Akuntabilitas program (program accountability)
Akuntabilitas kebijakan (policy accountability)
(2002:21)
Berdasarkan empat dimensi akuntabilitas, diuraikan sebagai berikut:
Akuntabilitas kejujuran (accountability for probity)
Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power).
Akuntabilitas proses (proccess accountability)
Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan
dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem
informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur
administrasi.
Akuntabilitas program (program accountability)
Akuntabilitas
program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat
dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan alternatif
program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal.
Akuntabilitas kebijakan (policy accountability)
Akuntabilitas
kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah, baik pusat
maupun daerah, atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap
DPR/DPRD dan masyarakat luas.
Seperti
halnya dengan pemerintah pusat yang menarik pajak untuk membiayai
kegiatannya, maka pemerintah daerah juga menarik pajak sebagai sumber
pendapatan dan untuk membiayai kegiatan pemerintah daerah, disamping
sumber-sumber pendapatan lainnya.
Menurut Indra Bastian, Pendapatan adalah:
’’Pendapatan
adalah arus masuk atau peningkatan lain atas harta dari satu kesatuan
atau penyelesaian kewajibannya selama satu periode dari penyerahan atau
produksi barang, pemberian jasa, atau aktivitas lain yang merupakan
operasi pokok atau utama yang berkelanjutan dari kesatuan tersebut.”
(2007:146)
Menurut Mardiasmo menyatakan bahwa pajak daerah adalah:
”Pajak
Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.”
(2003:98)
Sedangkan pengertian Akuntabilitas Pendapatan pajak Daerah itu sendiri menurut Abdul Halim adalah:
”Kewajiban
untuk memberikan tanggung jawab dalam menyajikan/melaporkan informasi
realisasi penerimaan pendapatan pajak daerah kepada yang berwenang.”
(2004:52)
Oleh
karena pajak daerah merupakan suatu bentuk peran serta masyarakat dalam
mewujudkan penyelenggaraan dan pembangunan daerah maka pemerintah
daerah harus menggunakan uang pajak tersebut untuk menyediakan pelayanan
kepada masyarakat secara optimal dan masyarakat tahu bahwa uang
tersebut tidak diselewengkan penggunaannya, sehingga pemerintah dituntut
akuntabilitasnya. Untuk dapat menyusun laporan realisasi penerimaan
pajak daerah, maka pemerintah memerlukan jasa akuntansi agar dapat
meningkatkan mutu dalam pengawasan dan informasi keuangan yang berkaitan
dengan penerimaan pendapatan pajak daerah yang kemudian akan digunakan
sebagai dasar dalam pengambilan keputusan ekonomi serta pemerintah
daerah dapat menunjukkan pengelolaan keuangan daerah dalam hal ini yaitu
pendapatan pajak daerah yang akuntabel kepada publik.
Dari
penjelasan diatas maka sistem akuntansi keuangan daerah memiliki
pengaruh terhadap akuntabilitas pendapatan pajak daerah seperti yang
dikemukakan oleh Mardiasmo:
”Akuntansi
keuangan daerah memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan keuangan
sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik .”
(2003:176)
Berdasarkan uraian diatas, penulis menuangkan kerangka pemikirannya dalam bentuk skema kerangka pemikiran sebagai berikut:
Gambar 2.2
Skema Kerangka Pemikiran
Adapun
perbedaan dan persamaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan
judul pengaruh sistem akuntansi keuangan daerah terhadap akuntabilitas
pendapatan pajak daerah dengan penelitian-penelitian sebelumnya dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.1
Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu
No.
|
Nama Peneliti
dan tahun
|
Judul
|
Hasil Penelitian
|
Perbedaan
|
Persamaan
|
1.
|
Ina Haniyah
(2007)
|
Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dalam mewujudkan transparansi laporan keuangan pemerintah daerah
|
Penelitian
tentang Penerapan sistem akuntansi keuangan daerah pada pemerintah
daerah pada dasarnya sudah baik dan mampu melaksanakan laporan keuangan
sesuai dengan peraturan yang diberlakukan.
|
Perbedaan
peneliti terletak pada Variabel mewujudkan transparansi laporan
keuangan pemerintah daerah, sedangkan peneliti akuntabilitas pendapatan
pajak daerah.
|
Terdapat persamaan pada Variabel Sistem Akuntansi Keuangan Daerah.
|
2.
|
Irman Firmansyah
(2008)
|
Studi
tentang Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dalam menunjang ketepatan
laporan realisasi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah
|
Penelitian
tentang Sistem akuntansi keuangan daerah yang dilaksanakan pada Dinas
Pendapatan Daerah Kabupaten Garut ini telah dilaksanakan dengan memadai.
|
Perbedaan
peneliti terletak pada Variabel ketepatan laporan realisasi penerimaan
pajak daerah dan retribusi daerah, sedangkan peneliti Akuntabilitas
pendapatan pajak daerah.
|
Terdapat persamaan pada Variabel Sistem Akuntansi Keuangan Daerah.
|
Dari
tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan
penulis dengan Jurnal memiliki perbedaan dan persamaan. Dalam penelitian
pada Jurnal, yang berjudul tentang penerapan sistem akuntansi keuangan
daerah dalam mewujudkan transparansi laporan keuangan Pemerintah daerah,
lebih menekankan penelitiannya mengenai bagaimana agar transparansi
pada laporan keuangan pemerintah daerahnya dapat lebih diutamakan,
sedangkan Penulis melakukan penelitian yaitu mengenai sistem akuntansi
keuangan daerah terhadap akuntabilitas pendapatan pajak daerahnya jadi
lebih pada pertanggungjawabannya. Sedangkan penelitian yang satu lagi
lebih menekankan pada ketepatan laporan realisasi penerimaan pajak
daerah dan retribusi daerah, sedangkan peneliti lebih menekankan pada
akuntabilitas pendapatan pajak daerahnya saja. Untuk persamaan terdapat
pada Objek yang akan diteliti yaitu Sistem akuntansi keuangan daerah.
Hipotesis
Hipotesis
merupakan jawaban sementara yang diberikan peneliti yang diungkapkan
dalam pernyataan yang dapat diteliti. Berdasarkan kerangka pemikiran
yang telah diungkapkan diatas penulis memberikan hipotesis sebagai
berikut :
”Penerapan sistem akuntansi keuangan daerah berpengaruh terhadap akuntabilitas pendapatan pajak daerah.”
- Akuntansi
- Akuntansi sosial
- Akuntansi pemerintahan
- Akuntansi komersial
- Akuntansi Pemerintahan
- Akuntansi Non Pemerintahan
- Akuntansi Pemerintahan Daerah
- Akuntansi Pemerintahan Pusat
- Akuntansi Keuangan Daerah
- Pemerintah Daerah
- Dinas Pendapatan Daerah
- Akuntansi
- Akuntansi Pemerintahan
- Akuntansi Pemerintah Pusat
- Akuntansi Pemerintah Daerah
- Sistem Akuntansi Keuangan Daerah
- Sistem Pencatatan
- Double Entry
- Single Entry
- Akuntabel
- Pendapatan Pajak Daerah
Pajak Hiburan
Pajak Hotel
Pajak Restoran
Pajak Parkir
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Reklame
Pajak Sewa Menyewa
Hipotesis:
Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah berpengaruh terhadap akuntabilitas
pendapatan pajak daerah
No comments:
Post a Comment